Impor barang bekas dari luar negeri, terutama seperti baju thrift, elektronik second, atau onderdil otomotif, sering jadi pilihan menarik karena harga yang jauh lebih murah dan keunikan produknya. Namun, banyak pelaku usaha pemula atau pemburu barang murah yang belum paham bahwa impor barang bekas punya regulasi ketat, bahkan bisa tergolong ilegal jika tidak memenuhi ketentuan.
Jadi, bolehkah impor barang bekas dari luar negeri? Jawabannya tidak semuanya boleh, dan ada syarat khusus yang harus dipenuhi. Artikel ini akan mengupas secara lengkap soal regulasi, jenis barang bekas yang dilarang, celah legal (jika ada), serta risiko yang bisa muncul jika tetap nekat.
Kenapa Barang Bekas Banyak Diminati?

Fenomena thrifting alias berburu pakaian bekas branded dari luar negeri makin marak di Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Di balik tren ini, ada dorongan ekonomi (karena harganya murah), preferensi gaya unik, serta kesadaran lingkungan untuk mengurangi limbah tekstil.
Selain baju, ada juga barang bekas lain yang kerap diimpor seperti:
- Elektronik second (smartphone, laptop)
- Suku cadang mobil atau motor
- Mesin industri bekas
- Furniture dan perlengkapan rumah tangga
Sayangnya, antusiasme ini tidak selalu sejalan dengan pemahaman hukum. Banyak yang belum tahu bahwa pemerintah Indonesia sebenarnya cukup tegas dalam melarang impor barang bekas.
Dilarang Kecuali Dinyatakan Boleh
Larangan impor barang bekas diatur dalam beberapa regulasi kunci, di antaranya:
1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 18 Tahun 2021
Permendag ini mengatur barang yang dilarang ekspor dan impor, termasuk secara tegas menyebutkan barang bekas sebagai salah satu yang dilarang. Contohnya:
- Pakaian bekas
- Sepatu bekas
- Barang elektronik rumah tangga bekas
- Mainan anak bekas
Dalam lampiran Permendag tersebut, barang bekas masuk dalam kategori barang larangan impor karena berpotensi:
- Menyebarkan penyakit (belum tentu steril)
- Merugikan industri dalam negeri
- Melanggar standar keamanan dan kualitas
2. UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Undang-undang ini menjadi payung hukum yang memperkuat pelarangan impor barang bekas. Dalam Pasal 47 ayat (2), pemerintah memiliki kewenangan untuk melarang impor barang tertentu demi melindungi kesehatan masyarakat, keamanan negara, atau industri lokal.
3. Peraturan Terkait Kepabeanan dan Karantina
Selain aturan perdagangan, barang bekas juga bisa terganjal oleh ketentuan Bea Cukai, terutama jika tidak memiliki dokumen lengkap, tidak melalui jalur impor resmi, atau dicurigai sebagai penyelundupan.
Pemeriksaan juga bisa melibatkan instansi karantina (jika barang berasal dari negara dengan potensi penyakit menular) dan Kementerian Kesehatan, terutama untuk barang yang bersentuhan dengan tubuh manusia seperti baju atau alat kesehatan.
Apakah Ada Pengecualian? Ini Celah Legalnya
Meski mayoritas barang bekas dilarang, pemerintah tetap memberikan beberapa pengecualian secara terbatas. Celah legal ini bisa digunakan secara hati-hati, tapi harus disertai dokumen resmi dan proses yang benar.
1. Barang Modal Bekas
Mesin industri, alat berat, atau kendaraan operasional diperbolehkan diimpor dalam kondisi bekas, jika memenuhi persyaratan teknis dan digunakan untuk produksi. Hal ini diatur dalam:
- Permendag No. 20 Tahun 2021
- Permendag No. 36 Tahun 2023 (revisi)
Namun, impor barang modal bekas ini hanya boleh dilakukan oleh pelaku industri yang sudah memiliki izin khusus, termasuk rekomendasi dari kementerian teknis (seperti Kementerian Perindustrian atau Kementerian Pertanian tergantung jenisnya), dan harus lolos uji kelayakan.
2. Barang Hibah atau Bantuan
Barang bekas yang masuk sebagai bantuan atau hibah (misalnya alat medis dari luar negeri) masih bisa masuk jika:
- Ada izin dari Kementerian Sosial atau instansi terkait
- Tujuannya jelas untuk sosial/kemanusiaan
- Tidak untuk diperjualbelikan
3. Barang Pribadi dan Bawaan Penumpang
Jika barang bekas tersebut masuk sebagai barang pribadi dalam jumlah terbatas, misalnya dibawa dalam koper, biasanya masih bisa lolos asalkan:
- Nilainya di bawah batas pembebasan bea masuk (misal: 500 USD per orang)
- Tidak terindikasi untuk dijual kembali
- Tidak termasuk dalam daftar larangan
Namun ini bukan celah untuk berbisnis impor barang bekas, dan Bea Cukai bisa menyita jika ditemukan upaya memanipulasi status barang menjadi pribadi padahal untuk komersial.
Risiko Hukum dan Konsekuensi Impor Ilegal
Praktik impor ilegal barang bekas, terutama baju thrifting yang masuk dalam kontainer, masih kerap terjadi. Tapi pemerintah kini lebih ketat dan aktif menindak, seiring kampanye pemerintah untuk melindungi UMKM dan industri tekstil nasional.
Berikut beberapa risiko jika nekat:
- Penyitaan barang oleh Bea Cukai
- Denda dan biaya bongkar muat
- Pemidanaan jika terbukti melanggar pasal dalam UU Perdagangan
- Kerugian finansial besar karena barang tidak bisa dijual
Bagaimana Jika Tetap Ingin Bisnis Barang Bekas?
Jika Anda tetap ingin menjalankan usaha barang bekas, berikut beberapa solusi legal:
- Ambil stok dari dalam negeri, seperti hasil thrifting lokal atau preloved.
- Buka layanan kurasi dan jual ulang, tanpa harus bergantung pada impor langsung.
- Gunakan model konsinyasi dari ekspatriat atau WNA yang tinggal di Indonesia.
Dengan begitu, Anda bisa tetap bermain di pasar second-hand tanpa terjebak pelanggaran impor.
Pahami Regulasi Sebelum Bertindak
Impor barang bekas dari luar negeri umumnya dilarang, kecuali dalam beberapa pengecualian yang sangat terbatas dan harus melalui proses izin yang ketat. Meski menggoda secara bisnis, melanggar aturan ini bisa membawa konsekuensi berat.
Jika Anda tertarik menjalankan bisnis second-hand, fokuslah pada sumber lokal atau cari cara legal yang sesuai regulasi. Jangan tergiur untung cepat yang berujung rugi karena barang disita atau usaha Anda dihentikan otoritas.
Comment